Posted by
Unknown
|
0
comments
Tentang Cinta
Tentang Cinta
Anakku,
begitu sering kau bicara tentang cinta.
Cinta
kepada istri, cinta kepada anak, cinta kepada agama, cinta kepada bangsa, cinta
kepada filosofi, cinta kepada rumah, cinta kepada kebenaran, cinta kepada
Tuhan.
Apakah
isi, atau esensi, dari cintamu itu?
Kau
bilang itu cinta suci, cinta sejati, cinta yang keluar dari lubuk hati yang
paling dalam, cinta sepenuh hati, cinta pertama…
Apakah
benar begitu, anakku?
“ANAKKU,
mari kita bicara tentang cinta. Cinta apa yang kau miliki?”
Merasa
diri ini memang belum paham apa makna cinta yang sebenarnya, maka aku dengarkan
baik-baik setiap hikmah yang menyemburat seperti cahaya.
Anakku,
kamu harus membuka hatimu lebar-lebar agar bisa menangkap esensi cinta yang
akan aku sampaikan. Simpan pertanyaanmu untuk nanti, karena setiap pertanyaan
itu terlahir dari akal. Seperti langit, akal melayang tinggi di atas bumi
tempatmu berpijak. Dan kau pun akan jauh dari hati pijakanmu, satu-satunya
titik yang mampu menangkap esensi cinta.
Lihat
batang bunga mawar itu.
Dia
punya potensi untuk mempersembahkan bunga merah dan harum yang semerbak. Namun
jika batang itu tak pernah ditanam, tak akan pernah mawar itu menghiasi
kebunmu. Maka, hanya dengan membuka diri untuk tumbuhnya akar dan daun lah,
batang mawar itu akan melahirkan bunga mawar yang harum. Demikian juga dengan
hatimu, anakku. Kau harus membukanya, agar potensi cinta yang terkandung di
dalamnya bisa merekah, lalu menyinari dunia sekitarmu dengan kedamaian.
Anakku,
begitu sering kau bicara tentang cinta.
Cinta
kepada istri, cinta kepada anak, cinta kepada agama, cinta kepada bangsa, cinta
kepada filosofi, cinta kepada rumah, cinta kepada kebenaran, cinta kepada
Tuhan. Apakah isi, atau esensi, dari cintamu itu? Kau bilang itu cinta suci,
cinta sejati, cinta yang keluar dari lubuk hati yang paling dalam, cinta
sepenuh hati, cinta pertama…
Apakah
benar begitu, anakku?
Mungkin
di desamu kau punya seekor kuda.
Begitu
sayangnya kau pada kuda itu. Setiap hari kau beri makan, minum, kau rawat
bulunya, kau bersihkan, kau ajak jalan-jalan. Seolah kuda itu telah menjadi
bagian dari hidupmu, seperti saudaramu. Kau mencintai kuda itu sepenuh hati.
Namun, suatu ketika datang orang yang ingin membelinya dengan harga yang
fantastis. Hatimu goyah, dan kau pun menjualnya. Cintamu tidak sepenuh hati,
karena kau rela menjual cinta. Kau mencintai kuda, karena kegagahannya
membuatmu bangga dan selalu senang ketika menungganginya. Namun, ketika datang
harta yang lebih memberikan kesenangan, kau berpaling. Kau cinta karena kau
mengharapkan sesuatu dari yang kau cintai. Kau cinta kudamu, karena
mengharapkan kegagahan. Cintamu berpaling kepada harta, karena kau mengharapkan
kekayaan. Ketika keadaan berubah, berubah pula cintamu.
Kau
sudah punya istri.
Begitu
besar cintamu kepadanya. Bahkan kau bilang, dia adalah pasangan sayapmu. Tak
mampu kau terbang jika pasangan sayapmu sakit. Cintamu cinta sejati, sehidup
semati. Namun, ketika kekasihmu sedang tak enak hati yang keseratus kali, kau
enggan menghiburnya, kau biarkan dia dengan nestapanya karena sudah biasa.
Ketika dia sakit yang ke lima puluh kali, perhatianmu pun berkurang, tidak
seperti ketika pertama kali kau bersamanya. Ketika dia berbuat salah yang ke
sepuluh kali, kau pun menjadi mudah marah dan kesal. Tidak seperti pertama kali
kau melihatnya, kau begitu pemaaf. Dan kelak ketika dia sudah keriput kulitnya,
akan kan kau cari pengganti dengan alasan dia tak mampu mendukung perjuanganmu
lagi? Kalau begitu, maka cintamu cinta berpengharapan. Kau mencintainya, karena
dia memberi kebahagiaan kepadamu. Kau mencintainya, karena dia mampu
mendukungmu. Ketika semua berubah, berubah pula cintamu.
Kau
punya sahabat.
Begitu
sayangnya kau kepadanya. Sejak kecil kau bermain bersamanya, dan hingga dewasa
kau dan dia masih saling membantu, melebihi saudara. Kau pun menyatakan bahwa
dia sahabat sejatimu. Begitu besar sayangmu kepadanya, tak bisa digantikan oleh
harta. Namun suatu ketika dia mengambil jalan hidup yang berbeda dengan
keyakinanmu. Setengah mati kau berusaha menahannya. Namun dia terus melangkah,
karena dia yakin itulah jalannya. Akhirnya, bekal keyakinan dan imanmu
menyatakan bahwa dia bukan sahabatmu, bukan saudaramu lagi. Dan perjalanan
kalian sampai di situ. Kau mencintainya, karena dia mencintaimu, sejalan
denganmu. Kau mendukungnya, mendoakannya, membelanya, mengunjunginya, karena
dia seiman denganmu. Namun ketika dia berubah keyakinan, hilang sudah cintamu.
Cintamu telah berubah.
Kau
memegang teguh agamamu.
Begitu
besar cintamu kepada jalanmu. Kau beri makan fakir miskin, kau tolong anak
yatim, tak pernah kau tinggalkan ibadahmu, dengan harapan kelak kau bisa
bertemu Tuhanmu. Namun, suatu ketika orang lain menghina nabimu, dan kau pun
marah dan membakar tanpa ampun. Apakah kau lupa bahwa jalanmu mengajak untuk
mengutamakan cinta dan maaf? Dan jangankan orang lain yang menghina agamamu,
saudaramu yang berbeda pemahaman saja engkau kafirkan, engkau jauhi, dan engkau
halalkan darahnya. Bukankah Tuhanmu saja tetap cinta kepada makhluk-Nya yang
seperti ini, meskipun mereka bersujud atau menghina-Nya? Kau cinta kepada agamamu,
tapi kau persepsikan cinta yang diajarkan oleh Tuhanmu dengan caramu sendiri.
Anakku,
selama kau begitu kuat terikat kepada sesuatu dan memfokuskan cintamu pada
sesuatu itu, selama itu pula kau tidak akan menemukan True
Love. Cintamu adalah Selfish Love, cinta
yang mengharapkan, cinta karena menguntungkanmu. Cinta yang akan luntur ketika
sesuatu yang kau cintai itu berubah. Dengan cinta seperti ini kau ibaratnya
sedang mengaspal jalan. Kau tebarkan pasir di atas sebuah jalan untuk
meninggikannya. Lalu kau keraskan dan kau lapisi atasnya dengan aspal. Pada
awalnya tampak bagus, kuat, dan nyaman dilewati. Setiap hari kendaraan lewat di
atasnya. Dan musim pun berubah, ketika hujan turun dengan derasnya, dan
truk-truk besar melintasinya. Lapisannya mengelupas, dan lama-lama tampak lah
lobang di atas jalan itu. Cinta yang bukan True Love, adalah
cinta yang seperti ini, yang akan berubah ketika sesuatu yang kau cintai itu
berubah. Kau harus memahami hal ini, anakku.
Sekarang
lihatlah, bagaimana Tuhanmu memberikan cinta-Nya. Dia mencintai setiap yang
hidup, dengan cinta (rahmaniyyah) yang sama, tidak membeda-bedakan.
Manusia yang menyembah-Nya dan manusia yang menghina-Nya, semua diberi-Nya
kehidupan. Kekuasaan-Nya ada di setiap yang hidup. Dia tidak meninggalkan
makhluk-Nya, hanya karena si makhluk tidak lagi percaya kepadanya. Jika Dia
hanya mencintai mereka yang menyembah-Nya saja, maka Dia pilih kasih, Dia
memberi cinta yang berharap, mencintai karena disembah. Dia tidak begitu, dia
tetap mencintai setiap ciptaan-Nya. Itulah True Love. Cinta yang
tak pernah berubah, walau yang dicintai berubah. Itulah cinta kepunyaan Tuhan.
Anakku, kau harus menyematkan cinta sejati ini dalam dirimu. Tanam bibitnya,
pupuk agar subur, dan tebarkan bunga dan buahnya ke alam di sekitarmu.
Dan
kau perlu tahu, anakku. Selama kau memfokuskan cintamu pada yang kau cintai,
maka selama itu pula kau tak akan pernah bisa memiliki cinta sejati, True
Love. Cinta sejati hanya kau rasakan, ketika kau melihat Dia dalam
titik pusat setiap yang kau cintai. Ketika kau mencintai istrimu, bukan
kecantikan dan kebaikan istrimu itu yang kau lihat, tapi yang kau lihat “Ya
Allah! Ini ciptaan-Mu, sungguh cantiknya. Ini kebaikan-Mu yang kau sematkan
dalam dirinya.” Ketika kau lihat saudaramu entah yang sejalan maupun yang
berseberangan, kau lihat pancaran Cahaya-Nya dalam diri mereka, yang
tersembunyi dalam misteri jiwanya. Kau harus bisa melihat Dia, dalam setiap
yang kau cintai, setiap yang kau lihat. Ketika kau melihat makanan, kau bilang
“Ya Allah, ini makanan dari-Mu. Sungguh luar biasa!” Ketika kau melihat seekor
kucing yang buruk rupa, kau melihat kehidupan-Nya yang mewujud dalam diri
kucing itu. Ketika kau mengikuti sebuah ajaran, kau lihat Dia yang berada
dibalik ajaran itu, bukan ajaran itu yang berubah jadi berhalamu. Ketika kau
melihat keyakinan lain, kau lihat Dia yang menciptakan keyakinan itu, dengan
segala rahasia dan maksud yang kau belum mengerti.
Ketika
kau bisa melihat Dia, kemanapun wajahmu memandang, saat itulah kau akan memancarkan
cinta sejati kepada alam semesta. Cintamu tidak terikat dan terfokus pada yang
kau pegang. Cintamu tak tertipu oleh baju filosofi, agama, istri, dan harta
benda yang kau cintai. Cintamu langsung melihat titik pusat dari segala
filosofi, agama, istri, dan harta benda, dimana Dia berada di titik pusat itu.
Cintamu langsung melihat Dia.
Dan
hanya Dia yang bisa memandang Dia. Kau harus memahami ini, anakku. Maka, dalam
dirimu hanya ada Dia, hanya ada pancaran cahaya-Nya. Dirimu harus seperti bunga
mawar yang merekah. Karena hanya saat mawar merekah lah akan tampak kehindahan
di dalamnya, dan tersebar bau wangi ke sekitarnya. Mawar yang tertutup, yang
masih kuncup, ibarat cahaya yang masih tertutup oleh lapisan-lapisan jiwa.
Apalagi mawar yang masih berupa batang, semakin jauh dari terpancarnya cahaya.
Bukalah hatimu, mekarkan mawarmu.
Anakku,
hanya jiwa yang telah berserah diri sajalah yang akan memancarkan cahaya-Nya.
Sedangkan
jiwa yang masih terlalu erat memegang segala yang dicintainya, akan menutup
cahaya itu dengan berhala filosofi, agama, istri, dan harta benda.
Lihat
kembali, anakku, akan pengakuanmu bahwa kau telah berserah diri.
Lihat
baik-baik, teliti dengan seksama, apakah pengakuan itu hanya pengakuan sepihak
darimu?
Apakah
Dia sudah membenarkan pengakuanmu?
Ketika
kau bilang “Allahu Akbar,” apakah kau benar-benar sudah bisa
melihat ke-”akbar”-an Dia dalam setiap yang kau lihat?
Jika
kau masih erat mencintai berhala-berhalamu, maka sesungguhnya jalanmu menuju
keberserahdirian masih panjang. Jalanmu menuju keber-”Islam”-an masih jauh di
depan. Kau masih harus membuka kebun bunga mawar yang terkunci rapat dalam
hatimu. Dan hanya Dia-lah yang memegang kunci kebun itu. Mintalah kepada-Nya
untuk membukanya. Lalu, masuklah ke dalam taman mawarmu. Bersihkan
rumput-rumput liar di sana, gemburkan tanah, sirami batang mawar, halau
jauh-jauh ulat yang memakan daunnya. Kemudian, bersabarlah, bersyukurlah, dan
bertawakkal-lah. Insya Allah, suatu saat, jika kau melakukan ini semua, mawar
itu akan berbunga, lalu merekah menyebarkan bau harum ke penjuru istana.
Semoga
Allah membimbingmu, anakku.
Semoga
bermanfaat.
Silahkan SHARE ke rekan anda jika menurut anda
note ini bermanfaat.
Oleh M.
R. Bawa Muhaiyaddeen
0 comments: