Posted by
Unknown
|
0
comments
Telaga Hati
Telaga Hati
Seorang
guru sufi mendatangi seorang murid yang belakangan ini wajahnya selalu tampak
murung.
“Kenapa
kau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal indah di dunia ini? Ke mana
perginya wajah bersyukurmu?” tanya sang guru.
“Guru,
belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi saya untuk tersenyum.
Masalah datang seperti tak ada habis-habisnya,” jawab sang murid.
Guru
terkekeh. “Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam. Bawalah kemari. Biar
kuperbaiki suasana hatimu itu.”
Si
murid beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan gurunya itu, lalu
kembali membawa segelas air dan garam sebagaimana yang diminta.
“Coba
ambil segenggam garam, masukkan ke segelas air itu,” kata sang guru.
“Setelah
itu coba kau minum sedikit.” Si murid pun melakukan. Wajahnya kini meringis
karena meminum air asin.
“Bagaimana
rasanya?” tanya sang guru.
“Asin,
dan perutku jadi mual,” jawab si murid dengan wajah masih meringis.
Sang
guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya meringis keasinan.
“Sekarang
kau ikut aku.” Sang guru membawa murid ke danau di dekat tempat mereka.
“Ambil
sisa garam itu, coba kau tebarkan ke danau.”
Si
murid menebarkan sisa segenggam garam ke danau, tanpa bicara. Rasa asin di
mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa asin dari mulutnya, tapi tak
dia lakukan. Rasanya tak sopan meludah di hadapan mursyid, begitu pikirnya.
“Sekarang
coba kau minum air danau itu,” kata sang guru sambil mencari batu yang cukup
datar untuk diduduki, tepat di pinggir danau.
Si
murid menangkupkan kedua tangan, mengambil air danau, meraup ke mulut lalu
meneguk. Ketika air danau yang dingin dan segar mengalir di tenggorokannya,
guru bertanya, “Bagaimana rasanya?”
“Segar,
segar sekali,” kata si murid sambil mengelap bibir dengan punggung tangan.
Tentu
saja, danau itu berasal dari aliran sumber air di atas sana. Airnya mengalir
jadi sungai besar maupun kecil di bawah. Sudah pasti air danau ini juga
menghilangkan rasa asin yang tersisa di mulutnya.
“Terasakah
rasa garam yang barusan kau tebarkan?”
“Tidak
sama sekali,” kata si murid sambil mengambil air dan meminum lagi. Sang guru
hanya tersenyum memperhatikan, membiarkan murid meminum air danau sampai puas.
“Nak,”
kata sang guru setelah murid selesai minum.
“Segala
masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih.
Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau alami
sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Allah, sesuai
untuk
dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurang dan tidak
bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada satu
pun manusia, walaupun dia seorang nabi, yang bebas dari penderitaan dan
masalah.”
Si
murid terdiam, mendengarkan.
“Tapi
nak, rasa `asin’ dari penderitaan yang dialami itu sangat tergantung dari
besarnya ‘qalbu’ (hati) yang menampungnya. Jadi nak, supaya tidak merasa
menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan qalbu dalam dadamu itu jadi sebesar
danau."
Karena
Hidup adalah sebuah pilihan, mampukah kita jalani kehidupan dengan baik sampai
ajal kita menjelang?
Belajar
bersabar menerima kenyataan adalah yang terbaik .
Semoga
bermanfaat
Shared
By Catatan Catatan Islami Pages
0 comments: