Posted by
Unknown
|
0
comments
Jerat Hawa Nafsu dan Panjang Angan
Jerat Hawa Nafsu dan
Panjang Angan
Diriwayatkan
dari Ali RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya perkara yang paling
aku takuti terhadap kalian adalah menuruti hawa nafsu dan panjang angan. Adapun
menuruti hawa nafsu dapat menghalangi dari kebenaran. Sedangkan panjang angan
artinya sama dengan mencintai dunia.” (HR Ibnu Abi-Dunya)
Kondisi
masyarakat Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Sebagian mereka tengah
terjangkiti virus menuruti hawa nafsu dan panjang angan. Dua virus yang bisa membunuh
kepribadian bangsa, dan menyebabkan kondisi kehidupan bangsa terus terpuruk.
Mega
skandal Bank Century yang menilap uang negara sebesar 6,7 triliun,
menjadi bukti konkret bagaimana virus hawa nafsu telah menutup mata para
petinggi negara ini dari kebenaran.
Apapun
alasannya, terutama menyelematkan ekonomi bangsa, sebenarnya hanya sekadar
untuk menutup-nutupi fakta sesungguhnya. Apalagi bukti-bukti faktual menyatakan
adanya tindak merugikan negara dan rakyat dalam kebijakan penyelamatan bank ini.
Tapi, kebenaran tetaplah nyata. Ia tak bisa ditutup-tutupi dengan apapun,
termasuk oleh para petinggi negara.
Virus
lainnya adalah panjang angan. Mimpi menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa
yang maju, sejahtera, dan makmur, kini menjadi utopia, bila diukur dengan etos
kerja masyarakatnya yang pemalas, mudah putus asa, dan cepat berpuas diri.
Masyarakat
Indonesia adalah tipe masyarakat yang hanya berpijak pada angan-angan, bukan
kreativitas sebagai landasan hidup. Akibatnya, bangsa ini tak mampu mengelola
kekayaan alamnya yang luar biasa, dan cenderung menjadi “tamu” di negeri
sendiri. Lahirlah berbagai bentuk penjajahan baru, terutama di bidang ekonomi
dan kebudayaan. Tangan asing kini begitu kuat mencengkram pundak bangsa
Indonesia.
Dua
virus ini termasuk perkara yang paling Rasulullah takutkan untuk terjadi pada
umatnya. Umat Islam yang diserang virus ini, mereka akan merasa kekal selamanya
di dunia. Sungguh sangat bahaya dan membahayakan.
Jerat
Hawa Nafsu
Hawa
nafsu adalah musuh bersama. Memeranginya termasuk “jihad akbar” yang sangat
dianjurkan bagi setiap muslim. Rasulullah bersabda, “Kita
baru kembali dari sebuah peperangan kecil untuk memasuki peperangan yang lebih
besar.” Sahabat
bertanya, “Peperangan apakah itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Peperangan
melawan hawa nafsu.” (HR
al-Baihaqi)
Kenapa
hawa nafsu mesti diperangi? Karena hawa nafsu bisa memalingkan seseorang dari
kebenaran. Seorang Kepala Daerah misalnya, ia tak lagi akan memperjuangkan
nasib rakyat, jika orientasi jabatannya hanya untuk mengembalikan miliaran
rupiah modal politik yang dikeluarkan selama masa kampanye.
Mustahil
ia bisa mengembalikan uang itu, kecuali dengan cara korupsi. Nafsu kekuasaan
pasti akan menutupi mata batin Kepala Daerah tersebut sebagai pelayan
masyarakat.
Peperangan
hawa nafsu adalah jenis peperangan batin. Hal ini berbeda dengan peperangan face
to face melawan musuh
yang secara fisik nampak di depan mata. Kita bisa menembaknya dengan mudah.
Tapi nafsu mengakar dalam diri kita, mengalir bersama darah dan menguasai
seluruh tubuh. Karena itu, tanpa kesadaran dan kemauan sungguh-sungguh, kita
pasti dikalahkan untuk diperalat hawa nafsu sekehendaknya.
Memerangi
hawa nafsu berarti memerangi penyakit hati. Seperti riya`,
ujub, cinta dunia, gila pangkat, gila harta, banyak bicara, banyak
makan, hasad, dengki, ego,
dendam, buruk sangka, mementingkan diri sendiri, pemarah, tamak, serakah,
bakhil, sombong, dan sifat destruktif lainnya. Sifat-sifat itu melekat kuat
dalam hati.
Satu-satunya
cara membersihkannya adalah dengan memeranginya hingga ke akar. Kita perlu
mencuci hati setiap detik dengan dzikrullâh tiada henti. Kalau kita malas
mencucinya, maka sifat-sifat itu akan semakin kuat dan menebal pada hati kita.
Pada akhirnya akan menjadi penyakit. Sebaliknya, kalau kita mencuci setiap
saat, maka hati akan bersih dan jiwa akan suci.
Nafsu
lebih jahat dari setan. Karena setan tak dapat mempengaruhi seseorang kalau
tidak meniti di atas nafsu. Dengan kata lain, nafsu adalah ‘highway’ atau jalan bebas hambatan bagi setan.
Kalau nafsu dibiarkan, akan membesar, maka semakin luaslah ‘highway’ setan untuk membunuh manusia dari
dalam.
Kalau
nafsu dapat diperangi, maka tertutuplah jalan setan dan tak dapat mempengaruhi
jiwa kita. Allah SWT menggambarkan, “Sesungguhnya
hawa nafsu itu sangat membawa pada kejahatan.” (Qs. Yûsuf [12]: 53)
Selain
memerangi, jalan lain yang mesti ditempuh adalah mengendalikan hawa nafsu
dengan akal sehat dan hati yang jernih. Hawa nafsu yang dikendalikan, akan
berubah fungsi menjadi penggerak tingkah laku yang dapat menyuburkan lahirnya
motivasi internal yang sangat kuat. Sehingga hidup akan kian lebih bermakna dan
bernilai.
Dalam
kondisi demikian, hawa nafsu menjadi seperti energi yang akan selalu
menggerakkan mesin untuk tetap hidup dan dinamis. Layaknya rem mobil,
keseimbangan itu menjadikan orang mampu menekan dorongan hawa nafsu pada saat
harus ditekan. Serta dapat memberinya hak sesuai kadar yang dibutuhkan.
Karenanya,
keinginan menjadi bupati, anggota DPR, orang kaya, miliarder atau konglomerat,
dan lainnya adalah dorongan nafsu yang wajar. Tapi menjadi tak wajar apabila
keinginan itu dituruti tanpa kendali moral yang akan menjadi pendorong bagi
hawa nafsu destruktif. Ingin kaya dengan cara korupsi atau menipu, ingin menjadi
pejabat dengan cara menyuap. Semua ujungnya pasti destruktif.
Pengabdi
hawa nafsu akan menuruti apapun perilaku yang harus dikerjakan. Betapapun itu
menjijikkan. Jika seseorang memanjakan hawa nafsu, ia dapat terjerumus pada
kehidupan glamor dan hedonis. Ia pasti akan terjerumus dalam kriminalitas dan
kenistaan. Terutama menistakan Allah. Na’ûdzubillâh.
Panjang
Angan
Panjang
angan sama dengan mencintai dunia. Orang yang terserang penyakit panjang angan,
senantiasa membayangkan dirinya akan abadi di dunia. Baginya, tak ada kehidupan
yang kekal, kecuali dunia.
Sikap
seperti ini kemudian melahirkan manusia yang gila dunia. Dunia baginya adalah
segalanya. Tak ada hidup tanpa dunia. Sikap ini sungguh membahayakan, terlebih
bagi seorang muslim.
Panjang
angan akan menyebabkan manusia berambisi memiliki sebanyak mungkin harta dan
kekayaan. Tak peduli sumber dan caranya haram. Yang penting bisa menikmati
kekayaan itu. Kalau perlu, ia akan melakukan tindakan monopoli dan oligopoli
dengan cara menyingkirkan orang lain secara jahat dan licik.
Ciri
lain orang yang panjang angan adalah tak pernah puas (qanâ’ah) dengan apa
yang sudah dimiliki. Apabila sudah memiliki sepeda motor, maka ia berambisi
memiliki mobil. Jika sudah memiliki mobil, ia ingin pesawat terbang. Begitu
seterusnya.
Orang
berkarakter seperti ini, senantiasa akan menjadikan benda-benda sebagai ukuran
kesuksesan. Semakin banyak benda-benda yang dimiliki, semakin ia merasa sukses.
Padahal sesungguhnya benda-benda itu akan membuat dirinya pikun. Mata hatinya
buta. Semakin jauh dari Allah. Lalu Allah akan membinasakannya cepat ataupun
lambat.
Rasulullah
bersabda, “Anak cucu Adam itu bisa menjadi
pikun, dan ada dua hal yang menyertainya, yakni keserakahan dan angan-angan.” (HR Muslim)
Dalam
riwayat lain disebutkan: “…dan ada dua hal bersamanya yang
tetap muda, yaitu keserakahan terhadap harta dan keserakahan terhadap usia.” Lalu, Rasulullah bersabda,“Golongan pertama dari umat ini
selamat karena keyakinan dan zuhud. Dan golongan terakhir dari umat ini binasa
karena kekikiran dan angan-angan.” (HR Ibnu Abi-Dunya)
Karena
itu, tiada guna kita mengejar angan. Semakin dikejar, angan pasti akan kian
menjauh, akhirnya menghilang. Mengejar angan berarti mengejar ketidakpastian.
Itu sama artinya dengan menjauh dari Allah. Lebih baik, kita habiskan hari-hari
dalam rangkai perjalanan hidup yang singkat ini untuk beribadah kepada Allah.
Hanya
Allah yang memberikan kepastian hidup. Semakin jauh kita dari-Nya, semakin jauh
pula janji kebahagiaan yang akan Dia berikan kepada kita. Terutama setelah kita
hidup di akhirat kelak.
Suatu
ketika, Rasulullah bertanya kepada para Sahabatnya, “Apakah
kalian semua ingin masuk surga?” Para
Sahabat menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau lalu bersabda,“Kalau begitu, jangan banyak
angan-angan. Letakkan ajal kalian di depan mata. Dan merasa malulah kepada
Allah dengan sungguh-sungguh.” (HR
Ibnu Abi-Dunya)
Di
sinilah pentingnya kita meneguhkan prinsip, bahwa sebetulnya semua benda-benda
duniawi yang kita miliki adalah titipan Allah untuk dimanfaatkan dalam koridor
kepentingan dan bermuara kepada-Nya. Ketika kita bekerja di dunia, sesungguhnya
kita sedang menyiapkan diri untuk dijemput Allah. Kapan dan di manapun kita
berada.
Mari
berdoa sebagaimana doa Rasulullah, “Wahai Allah, aku berlindung kepada-Mu dari
dunia yang dapat menghalangi kebajikan akhirat. Aku berlindung kepada-Mu dari
hidup yang dapat menghalangi dari sebaik-baik kematian. Dan aku berlindung
kepada-Mu dari angan-angan yang dapat menghalangi sebaik-baik amal.” (HR Ibnu
Abi-Dunya)
Semoga
kita bisa mengambil hikmah dari membaca notes ini
Silahkan SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes
ini bermanfaat
Oleh
: KH.
Muhammad Idris Jauhari
0 comments: