Posted by
Unknown
|
0
comments
Ayah Dengarkanlah
Ayah
.... Dengarkanlah ??
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
كُلُّكُمْ
رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ اْلإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا
Setiap
engkau adalah pemelihara, dan setiap engkau akan dimintai pertanggung jawaban
mengenai apa yang menjadi tanggung jawab pemeliharaannya: Seorang pemimpin
adalah pemelihara, ia akan dimintai pertanggung jawaban mengenai apa yang
menjadi tanggung jawab pemeliharaannya. Seorang laki-laki juga pemelihara dalam
keluarganya, ia akan dimintai pertanggung jawaban mengenai apa yang menjadi
tanggung jawab pemeliharaannya. Dan seorang perempuan adalah pemelihara dalam
rumah suaminya, ia akan dimintai pertanggung jawaban mengenai apa yang menjadi
tanggung jawab pemeliharaannya. (HR. al-Bukhori)
Di
antara hal yang tidak diragukan lagi karena memang terjadi adalah bahwa setiap
ayah mendambakan anak sebagai buah hati bisa sukses dan berhasil dalam
pendidikan dan sekolahnya serta kehidupannya.
Karenanya,
ayah senantiasa berdo'a kepada Allah agar memberikan kemudahan dan keteguhan
bagi anak tercinta.
Ayah
menjanjikan hadiah dan mengabulkan keinginan si buah hati jika lulus dalam
ujian dan memberikan ancaman serta marah jika sampai gagal dalam ujian.
Perasaan
seperti ini memang merupakan fitrah manusia dan memang terjadi di antara kita.
Akan
tetapi wahai Ayah yang penyayang, apakah perhatianmu kepada si buah hati berupa
perhatian penuh terhadap sekolah, pendidikan, masa depan dan urusan dunianya
itu -karena memang engkau sadar itu adalah kewajibanmu- sama seperti
perhatianmu terhadap akhirat mereka?
Apakah
engkau benar-benar memikirkan dan mengkhawatirkan nasib mereka setelah mati
seperti halnya perhatianmu akan kenyamanan dan kebahagiaan hidup mereka sewaktu
di dunia?
Inilah
tanggung jawabmu wahai Ayah.
Engkau
curahkan semuanya untuk dunia yang fana sementara engkau abaikan akhirat yang
kekal selamanya.
Engkau
sibuk memikirkan kehidupan mereka tapi engkau lupakan keadaan setelah matinya.
Engkau
bangun bagi mereka rumah dari tanah, batu dan bata di dunia tapi engkau haramkan
mereka untuk mendapatkan rumah di akhirat yang indah bertatahkan intan permata.
Itulah
keinginanmu!
Itulah
angan-anganmu!
Semuanya
tidak lebih dari agar anak-anakmu bisa jadi dokter, insinyur, pilot ataupun
tentara.
Ya
Allah!
Semuanya
itu hanya cita-cita dunia…..!
Engkau
berusaha, bekerja membanting tulang dan bersungguh-sungguh hanya untuk
dunianya…
Mana
usahamu untuk akhiratnya wahai Ayah……?
Fenomena
ini bukanlah sesuatu yang jarang terjadi, bahkan mayoritas manusia demikian
adanya.
Mereka
begitu serius berusaha mempersiapkan segala sesuatunya untuk pendidikan fisik
anak-anaknya.
Tetapi
mereka menelantarkan pendidikan hatinya yang padahal dengannyalah anak-anaknya
bisa hidup dan bahagia atau sebaliknya binasa dan sengsara. Inilah kenyataan!
Ayah!
Mungkin
engkau mengira bahwa ini hanyalah perkataan yang tiada beralasan.
Tapi
jika engkau ingin bukti maka simaklah wahai Ayah yang penyayang!
Bayangkan
atau anggap anakmu terlambat mengikuti ujian di sekolahnya.
Apakah
yang engkau rasakan wahai Ayah?
Bukankah
engkau akan berlomba dengan waktu mengantarkan anakmu agar bisa mengikuti ujian
meskipun terlambat?
Bahkan
sebelumnya, bukankah engkau akan rela untuk tidur setengah mata agar bisa
membangunkan si buah hati supaya tidak terlambat?
Bukankah
engkau akan melakukan segalanya agar anak tercinta yang menjadi kebanggaanmu
bisa ikut ujian tepat waktu?
Saya
yakin jawabannya adalah Ya. Bukankah engkau melakukan semua itu wahai Ayah?
Akuilah!!
Sekarang,
apakah perasaanmu itu sama atau akan muncul juga ketika anakmu terlambat shalat
Shubuh?
Apakah
engkau akan berusaha agar anakmu shalat Shubuh tepat waktu?
Saya
hanya berprasangka baik bahwa engkau memang shalat Shubuh tepat waktu.
Karena
jika tidak, bagaimana mungkin engkau akan membangunkan anak-anakmu sementara
engkau sendiri terlambat untuk itu?
Kemudian,
bukankah engkau setiap hari senantiasa bertanya kepada anakmu tentang
sekolahnya?
Apa
yang dipelajari, apa yang dilakukan, jawaban apa yang diberikan ketika ujian
dan berharap jawaban itu benar?
Tetapi,
apakah setiap hari engkau bertanya juga tentang urusan agamanya?
Apakah
engkau bertanya sudahkah dia shalat?
Dengan
siapa dia duduk dan bergaul?
Tidakkah
engkau bertanya apa yang dia lakukan ketika tidak di rumah, ta'at atau maksiat?
Ayah,
bukankah dadamu terasa sesak ketika tahu bahwa si buah hati salah dalam
menjawab ujian?
Bukankah
engkau merasa terhimpit ketika tahu bahwa nilainya jauh di bawah sempurna
bahkan rata-rata?
Bukankah
engkau merasa terpukul ketika tahu bahwa dia gagal dalam ujiannya?
Akan
tetapi, apakah dadamu juga terasa sesak, dadamu juga terasa terhimpit ketika
tahu bahwa anakmu sangat minim dalam menunaikan kewajiban-kewajiban agamanya
terlebih sunah-sunahnya?
Tidakkah
ini cukup menjadi bukti bahwa engkau lebih dan hanya memperhatikan dunianya dan
mengabaikan akhiratnya?
Ayah,
engkau mengira apabila anakmu tidak lulus ujian berarti kandas sudah cita-cita
dan harapan yang ada.
Engkau
menyangka bahwa dalam hal itu tidak ada kesempata kedua terlebih ketiga.
Ketahuilah wahai Ayah…, bahwa kegagalan yang hakiki…, kegagalan yang memang
tidak ada lagi kesempatan kedua atau ketiga untuk memperbaiki, adalah masuknya
mereka ke dalam neraka dengan api yang panas menyala-nyala.
Tahukah
engkau bahwa kegagalan yang hakiki adalah penyesalan dan kerugian yang disertai
adzab yang pedih lagi menghinakan?
Setelah
ini akankah engkau masih beralasan bahwa kita sekarang hidup di dunia sehinga
harus fokus memikirkannya?
Kalau
begitu kapankah engkau akan fokus memikirkan akhirat padahal di akhirat nanti
tidak ada lagi amalan yang ada hanyalah pembalasan?
Sungguh
wahai Ayah jikalau demikian adanya kita berlindung kepada Allah darinya maka
tidaklah bermanfaat kesuksesan yang diraih di dunia.
Tidaklah
bermanfaat ijazah, harta, istana yang megah, kedudukan dan kekuasaan kalau
ternyata catatan amal perbuatan diberikan dari arah kirinya.
Kemudian
mereka akan berteriak:
Wahai
alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini). Dan aku tidak
mengetahui apa hisab terhadap diriku. Wahai kiranya kematian itulah yang
menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku sekali-sekali tidak memberikan manfaat
kepadaku. Telah hilang kekuasaannku dariku. (Al-Haqqah: 25-29)
Ah…sungguh
tidak bermanfaat kekuasaanku, ilmu duniaku, serta ijazahku.
Semuanya
telah hilang, semuanya lenyap…yang ada hanyalah kerugian dan kegagalan.
Tahukah
engkau apakah kerugian itu?
Tahukah
engkau apakah kegagalan itu?
Ya,
di dunia kerugian dan kegagalan itu adalah jika anakmu tidak bisa menjadi
dokter, atau insinyur atau pilot dan guru.
Akan
tetapi di akherat, yang ada hanyalah kebahagiaan atau kesengsaraan.
Yang
satu berarti surga yang lainnya berarti neraka.
Akankah
engkau rela membiarkan mereka mengalami kerugian dan kegagalan dalam arti
kesengsaraan di dalam neraka?
Saya
tidak katakan tinggalkan anak-anakmu!
Saya
tidak katakan biarkan mereka jangan diajari masalah dunia!
Tidak,
demi Allah, saya tidak katakan demikian.
Saya
hanya katakan bahwa akherat lebih utama dan ditekankan untuk diperhatikan,
lebih serius untuk diusahakan dan lebih bersunguh-sungguh untuk beramal meraih
kebahagiaannya.
Wahai
Ayah…!
Siapakah
di antaramu yang begitu bersemangat bersungguh-sungguh mendatangkan seorang
pendidik untuk mengajarkan kepada anaknya Al-Qur'an dan menerangkan As-Sunnah?
Sungguh
sedikit sekali yang telah berbuat demikian.
Alangkah
baik kiranya kalau mereka tidak memfasilitasi anak-anaknya dengan sarana
kerusakan.
Akan
tetapi kita lihat justru mereka dengan jeleknya pemikiran dan kurangnya
perhitungan malah mendatangkan kejelekan bagi anak-anaknya dengan memfasilitasi
dengan kendaraan-kendaraan, sopir pribadi, pembantu (pelayan) serta memenuhi
rumahnya dengan barang-barang dan hal-hal yang diharamkan yang melalaikan dari
dzikrullah dan ta'at kepada-Nya.
Siapakah
di antara kalian wahai Ayah yang memberikan hadiah pada anaknya apabila hafal
satu juz dari Al-Qur'anul Karim atau beberapa hadits dari hadits Nabi saw ?
Sungguh
sangat sedikit sekali yang demikian ini.
Kita
mohon kepada Allah agar memberkahi yang sedikit ini.
Kita
lihat sebagian manusia, mereka menjanjikan pada anaknya apabila lulus ujian
akan diajak pesiar menyusuri pantai yang indah atau wisata ke mancanegara,
apakah Eropa atau Amerika, serta mereka menjanjikan dibelikan mobil agar bebas
mengukur jalan.
Namun
adakah di antara meraka yang menjanjikannya untuk diajak umrah atau haji dan
mengunjungi masjid Nabi saw?
Setelah
semua itu, tahukah engkau wahai Ayah apakah buah dari hasil pendidikan seperti
itu?
Tahukah
engkau apakah hasil dari pendidikan yang mengabaikan masalah akhirat tersebut?
Hasilnya
adalah Al-Qur'an berganti menjadi majalah, siwak berganti menjadi rokok dan
lebih parah lagi mereka akan hidup tidak ubahnya binatang ternak.
Tahukah
engkau apa di antara yang membedakan kita dari binatang ternak?
Kita
diberikan fasilitas untuk mengerti bahwa dunia hanyalah sementara.
Kita
mengetahui bahwa ada kehidupan yang kekal selamanya.
Maka
selayaknyalah kita untuk berusaha menggapai kebahagiaan di sana.
Tetapi
apabila tidak demikian maka tidaklah beda dengan binatang bahkan lebih sesat
karena kita diberi fasilitas sedangkan mereka tidak. Mereka seperti binatang
ternak bahkan lebih sesat lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai.
(Al-A'raf: 179)
Di
samping memperhatikan pekembangan fisik anak, kita juga harus memperhatikan
pendidikan akal dan hati mereka.
Kita
harus memikirkan nasib mereka setelah matinya.
Langkah
pertama untuk itu adalah kita perbaiki terlebih
dahulu diri kita, karena dengan baiknya diri kita maka mereka akan ada di atas
keteguhan dan kekokohan serta ada di dalam penjagaan Allah swt. Allah
berfirman:Ayah mereka berdua adalah orang yang shalih (Al-Kahfi: 82)
Kedua,
kita jadikan bimbingan dan pengajaran Islam sebagai tujuan. Tidak ada halangan
untuk belajar dan mempelajari ilmu-ilmu dunia akan tetapi tidak sebesar
perhatiannya terhadap akhirat. Allah berfirman:Dan carilah apa yang telah
dianugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
lupakan nasib (bagian)mu dari (keni'matan) dunia. (Al-Qashash: 77)
Wahai
Ayah!
Maka
takutlah engkau kepada Allah pada apa yang menjadi tanggunganmu karena engkau
akan diminta pertanggujawabannya di hadapan Allah.
Takutlah
engkau kepada Allah bahwasanya Allah telah memberikan anak sebagai amanat
kepadamu tapi engkau justru membukakan pintu-pintu kejelekan bagi mereka.
Allah
mengamanatimu tapi engkau malah menyibukkan mereka dengan film-film,
sinetron-sinetron, perangkat-perangkat kekejian, majalah-majalah porno dan
semisal dengan itu.
Jika
demikian adanya berarti engkau telah mengkhianati amanat yang dipikulkan
kepadamu dan engkau telah menipu mereka yang menjadi tanggunganmu.
Nabi
saw bersabda:Tidaklah
seseorang diberi amanat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya (tanggungannya)
kemudian dia mati dalam keadaan menipu mereka, melainkan Allah haramkan baginya
surga. (HR.Bukhari Muslim)
Ayah….!
Jika
engkau memang sayang pada buah hatimu, tidak ingin menipu mereka dan juga tidak
ingin mengkhianati amanat yang dipikulkan di pundakmu, maka kemarilah!
Kemarilah
untuk sama-sama menyimak wasiat Luqman kepada anaknya.
Wasiat
seorang ayah yang yang sangat menyayangi anaknya dan menebusnya dengan sangat
mahal dan berharga.
Tahukan
engkau apakah dia mewasiatinya dengan dunia?
Apakah
dia mewasiatinya dengan intan permata dan segala perhiasan kemewahan lainnya?
Tidak,
bahkan dia mewasiati anaknya dengan apa yang akan menjadikannya ada dalam
kehidupan yang baik.
Kehidupan
yang akan menyelamatkannya dari adzab Allah yang pedih.
Sungguh
Allah telah mengabadikannya dalam Al-Qur'an.
Pernahkah
engkau mendapatinya?
Tahukah
engkau apakah wasiatnya itu?
Adalah
Luqman Al-Hakim dengan kasih sayang yang begitu besar kepada anaknya, dia
berwasiat agar jangan berbuat syirik, yakni menyekutukan Allah swt. Dan
(ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, waktu dia memberikan nasihat
kepadanya:
'Wahai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah sebesar-besar kezhaliman. (Luqman: 13)
Ya…
adakah kezhaliman yang lebih besar dari syirik?
Itulah
apa yang dikhawatirkan Luqman pada anaknya sehingga mewasiati agar jangan
sampai terjatuh ke dalamnya.
Adakah
engkau pernah menyampaikan ini pada anakmu?
Kemudian,
beliau dengan segenap kasih sayangnya menunjukkan pada anaknya apa yang akan
menyelamatkan anaknya dari adzab Allah yaitu dengan menghadap kepada-Nya
melalui shalat, memerintahkan yang ma'ruf serta mencegah dari yang munkar.
Adakah
engkau demikian wahai ayah?
Saya
berharap engkau sudah memenuhi semuanya sehingga hanya tinggal menyampaikannya
kepada anakmu.
Karena
jika tenyata engkaupun belum demikian…maka ini adalah mushibah dari
sebenar-benar mushibah, dan kita berlindung darinya.
Setelah
itu, Luqman mewasiati anaknya agar berhias dengan akhlaq yang mulia yang akan
mengangkat jiwanya dan akan tinggi derajatnya. Janganlah sombong dan menghina
sesama. Sederhanalah dalam berjalan dan lunakkanlah suara dalam pembicaraan.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (Luqman: 19)
Inilah
wahai Ayah, sejumlah wasiat dari ayah yang begitu sangat menyayangi dan
mendambakan kebahagian bagi si buah hati.
Pernahkah
engkau menyampaikannya pada anakmu, sebagiannya atau bahkan seluruhnya..?!
Ada
fenomena yang sangat kita sesali dan kita keluhkan semuanya kepada Allah, yakni
sebagian ayah berusaha mematahkan semangat anaknya dan menghalangi
kesungguhannya ketika melihat bahwa Allah telah memberikan hidayah kepadanya
untuk mendalami dan mengamalkan ilmu agama. Bahkan di antara mereka ada yang
sampai menghasut dan menakut-nakuti serta menebar was-was.
Mereka
mengatakan bahwa belajar agama hanya akan mengikat kebebasan jiwa.
Mereka
juga mencela dan juga memperolok-oloknya, sehingga tidak tahu lagi apakah yang
dicela itu adalah orangnya atau agama yang dibawanya.
Maka
apakah ini perlakuannmu terhadap apa yang menjadi amanatmu?
Apakah
ini yang engkau nasihatkan kepada mereka?
Takutlah
engkau kepada Allah!
Takutlah
bahwasanya Allah sentiasa mengawasi bagaimana engkau mendidik mereka.
Ajarilah
mereka apa yang bermanfaat baginya dari urusan agama dan dunianya.
Dan
tiadalah kehidupan dunia ini selain dari main-main dan sendau gurau belaka.
Dan
sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa.
Maka
tidaklah kamu memahaminya!(Al-An'am:32)
Ayah….!
Engkau
telah menyiapkan anakmu untuk menghadapi ujian dunia.
Maka
takutlah kepada Allah dan ketahuilah olehmu serta beritahukanlah kepada
anak-anakmu bahwa barang dagangan Allah (surga) jauh lebih berharga dan lebih
mahal dari perhiasan dunia.
Dan
ajarkanlah serta beritahukanlah mereka bahwa kesuksesan yang hakiki ada pada
membatasi diri pada apa yang Allah ridlai.
Beritahukanlah
kepada mereka dan ketahui olehmu juga bahwa kebahagiaan yang hakiki ada pada
taqwa dan ta'at kepada Allah.
Serta
ketahuilah olehmu bahwa kaki seorang hamba tidak akan bergeser sejengkalpun
dari posisinya pada hari kiamat dan akan diadukan kezhalimannya oleh orang yang
pernah dizhaliminya.
Anak
akan senang bisa mendapatkan ayahnya untuk mengadukan kezhaliman yang pernah
dilakukannya, demikian juga istrinya.
Pada
hari kiamat nanti anak-anak akan membantah dan menyalahkan ayah-ayah mereka
dengan berkata:
Wahai
Rabb kami, ambil lah hak kami pada ayah kami yang zhalim ini. Dia telah
menyebabkan kami tidak melakukan apa yang Engkau ridlai.
Dialah
yang telah mendidik kami tidak ubahnya binatang ternak.
Dialah
yang mendatangkan berbagai hal yang membinasakan dan tidaklah ada satu
kerusakan melainkan didatangkannya ke hadapan kami.
Maka
apakah yang nanti akan engkau katakan untuk menjawab semuanya itu wahai Ayah
yang penyayang, yang begitu sayangnya sehingga menjerumuskan anaknya pada
kebinasaan?
Bahkan
pada akhirnya nanti sama-sama ada dalam kebinasaan.
Yaitu
pada hari dimana tidak bermanfaat lagi harta dan anak-anak.
Kecuali
orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. (Asy-Syu'araa':
88-89)
Maka
di manakah hartamu?
Di
manakah anak yang engkau banggakan itu?
Mereka
justru menyalahkanmu dan menyeretmu untuk ikut merasakan panas neraka karena
engkaulah yang punya andil besar untuk itu.
Kita
berlindung kepada Allah dari semua itu dan memohon agar Allah menunjukkan kita
kepada kebaikan dan memberikan kekuatan dan kemudahan untuk menempuhnya serta
dimatikan di atasnya, serta kita memohon kepada-Nya agar menyelamatkan kita,
keluarga serta anak keturunan kita dari adzab-Nya yang pedih.
Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Terakhir
wahai Ayah!
Bertaqwalah
engkau kepada Allah.
Takutlah
Engkau kepada-Nya pada apa yang engkau lakukan untuk anakmu.
Perbaikilah
pendidikan mereka!
Jagalah
mereka dari segala kerusakan dan kealpaan dalam segala kebaikan.
Lakukanlah
sejak sekarang selama mereka masih ada di hadapan kalian.
Selama
kalian masih bisa bersungguh-sungguh mengusahakan.
Lakukanlah
segera sebelum kalian hanya bisa melakukan celaan dan penyesalan yaitu pada
hari dimana tidak akan bermanfaat lagi celaan dan penyesalan.
Dan
Allah lah tempat kita meminta perlidungan dan pertolongan.
Sesungguhnya
hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); di sisi Allah lah pahala yang
besar. (At-Thagaabun: 15)
Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya adalah malaikat yang
kasar, yang keras, yang tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
(At-Tahrim: 6)
Semoga
bermanfaat.
Silahkan SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes
ini bermanfaat.
0 comments: