Posted by
Unknown
|
0
comments
Mengaji Diri....Tentang Hati Nurani
Mengaji
Diri....Tentang Hati Nurani
Berikut
ini saya kutip langsung sebuah nasihat agung dari sang Waliyullah, Ibnu
Athaillah al-Iskandari, yang mengajak kita semua untuk merenungi dan
mentafakkuri keindahan anugerah Allah bernama qalb atau hati bagi seorang
Mukmin:
“Hati
ibarat sebuah pohon, bila disiram dengan air ketaatan buahnya akan tampak
jelas.
Mata
akan membuah kan penjagaan.
Telinga
akan membuahkan perhatian terhadap Alquran dan pengetahuan.
Lidah
akan membuahkan zikir dan ucapan yang baik.
Kedua
tangan dan kaki akan membuahkan amal-amal kebajikan, taat, serta sikap mau
membantu orang.
Sementara
bila hati kering, buahnya akan rontok dan manfaatnya akan hilang.
Oleh
karena itu, kalau hati sudah kering, perbanyaklah berzikir.
Kunjungilah
majelis orang-orang yang wara` dan bijak.
Jangan
seperti orang sakit yang berkata, “Saya tak mau berobat. Nanti juga akan sembuh
sendiri. Pasti lama kelamaan sakitnya juga akan hilang.”
Orang
seperti ini harus dinasihati dengan mengatakan, “Engkau baru bisa sembuh kalau
mau berobat. Tak ada jaminan penyakitnya akan hilang sebelum berusaha mencari
sebab.”
Perjuangan
memang tidak manis.
Ia
disertai oleh ujung-ujung panah dan pertumpahan darah.
Berjuanglah
melawan hawa nafsu agar ia mau taat.
Itulah
yang disebut dengan jihad terbesar.
Hati
ibarat cermin, sedangkan hawa nafsu seperti asap atau uap.
Setiap
kali asap itu menempel di cermin, cermin itu pun akan menghitam sehingga
kejernihan dan keindahannya akan pudar.
Hati
yang lemah tak ubahnya seperti cermin milik orang tua renta yang sudah tak
punya perhatian untuk membersihkannya.
Ia
abaikan cermin itu dan tak pernah lagi ia pakai hingga wajahnya pun tak karuan.
Sebaliknya,
hati yang mengenal Allah seperti cermin milik pengantin wanita yang cantik.
Setiap
hari ia bersihkan cermin tersebut dan ia pakai sehingga tetap bening dan
mengkilat.
Rasulullah
Saw bersabda, “Hati manusia lebih bergolak
daripada kuali yang sedang mendidih di atas api.”
Betapa
banyak orang mukmin yang hatinya kadang menyatu dengan Allah tetapi sebentar
kemudian berpisah.
Betapa
banyak ahli ibadah yang menghabiskan malamnya dalam taat kepada Allah, tetapi
ketika matahari menyingsing ia tak ingat lagi pada-Nya.
Oleh
karena itu, Rasulullah Saw berdoa, “Yaa
Muqalliba al-quluub wa al-abshaar, tsabbit qalbii ‘alaa diinika wa thaa`atika.” Wahai
Yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku atas agamamu dan ketaatan
kepada-Mu.
Hati
sama seperti mata.
Bukan
keseluruhan mata yang bisa melihat.Tetapi lensanya saja.
Demikian
pula dengan hati. Yang dimaksud adalah bukan dagingnya. Tetapi unsur halus yang
Allah hunjamkan dalamnya. Unsur itulah yang bisa memahami. Sengaja Allah
tempatkan hati bergantung di sisi bagian kiri seperti ember. Kalau dibebani
oleh syahwat, ia akan bergerak dan kalau dibebani oleh lintasan takwa ia juga
akan bergerak. Kadangkala lintasan hawa nafsu atau syahwat yang lebih dominan.
Pada saat tertentu lintasan hawa nafsu dikalahkan oleh lintasan takwa sehingga
hati pun memujimu. Tetapi, pada saat yang lain, lintasan takwa dikalahkan
lintasan hawa nafsu sehingga hati pun mencelamu.
Kedudukan
hati seperti atap rumah.
Bila
engkau menyalakan api di dalam rumah, asapnya akan membumbung ke atap hingga
membuatnya hitam.
Begitulah
api syahwat, kalau sedang berkobar di dalam tubuh, asap-asap dosanya akan naik
ke hati dan membuat hati tersbut hitam. Sehingga ia menjadi hijab yang
membungkus permukaannya.
Jika
engkau hendak membersihkan dan membuatnya kembali bening, serta hendak
mengangkat karat yang menempel padanya, engkau harus melakukan empat hal:
1)
Banyak berzikir dan membaca Alquran,
2)
Selalu diam dan sedikit bicara,
3)
Menyendiri untuk munajat kepada Allah Yang Mahakuasa dan Maha Mengetahui,
4)
Sedikit makan dan sedikit minum.
Sebaliknya
ada empat hal yang bisa mematikan hati:
1)
Duduk bersama orang kaya,
2)
Berbicara dengan wanita,
3)
Jarang berzikir,
4)
Banyak makan.
Bila
ingin membersikah air, engkau harus menjauhkannya dari barang-barang kotor yang
bisa membuatnya najis. Sementara itu anggota badan manusia ibarat saluran air
yang mengalir menuju hati dan menumpahkan airnya di sana.
Oleh
karena itu, janganlah engkau menyiram hatimu dengan perbuatan hina seperti
ghibah, atau membincangkan orang lain, mengadu domba, berkata kotor, mendengar
yang terlarang, melihat kepada yang tidak halal, memakan yang haram, dan sejenisnya.
Hati tidak dikotori oleh yang keluar darinya. Tetapi, ia dikotori oleh yang
masuk ke dalamnya.
Hati
baru bersinar dan bercahaya dengan memakan yang halal, selalu berzikir dan
membaca Alquran disertai tadabbur, duduk bersama para ulama dan orang-orang
mukmin, menjaga diri dari melihat sesuatu yang mubah, memelihara diri dari yang
terlarang dan makruh, serta cemas terhadap segala maksiat.
Peliharalah
cahaya hatimu wahai saudaraku.
Janganlah
engkau membuka tatapan mata kecuali untuk menambah pengetahuan atau hikmah.
Siapa
yang ingin melihat kepada berbagai hati, hendaknya ia melihat berbagai jenis
rumah di daerahnya.
Ada
rumah yang sudah rusak dan menjadi tempat kotoran sampah.
Ada
rumah yang rusak dan menjadi tempat ular dan macan.
Ada
rumah yang tak bercahaya, gelap gulita.
Ada
rumah yang menjadi tempat berkicaunya burung gagak dan burung hantu.
Dan
ada pula rumah yang ramai oleh penghuninya, menyebarkan wewangian dan
bunga-bunga, serta disinari oleh kilauan bintang gemintang.
Lalu
perhatikan hatimu, termasuk yang manakah ia sehingga engkau benar-benar
mengetahui.
Bila
ketika shalat, membaca Alquran, berzikir, dan berkhalwat, hatimu tidak hadir,
tangisilah dirimu!
Taburilah
kepalamu dengan tanah, serta berdoalah agar Allah memberi hati yang khusyu’.
Ketahuilah
bahwa orang yang hatinya sedang sakit, karena maksiat dan nifak, ia takkan bisa
memakai baju ketakwaan. Bila hatimu terbebas dari segala penyakit hawa nafsu
dan syahwat, berarti engkau telah memperoleh takwa.
Dalam
Alquran, Allah menyebut syahwat sebagi penyakit.
Dia
berfirman,“….. maka
orang yang di dalam hatinya ada penyakit pastilah menginginkan…” (QS 33: 32 )
Di
lain tempat, Allah juga menyebut sifat nifak sebagai penyakit,
“Di
dalam hati mereka terdapat penyakit, Allah pun menambah penyakit tersebut…” (
QS 2: 10 )
Untuk
mengobati hati yang sakit ada dua cara.
Pertama,
dengan mempergunakan sesuatu yang bermanfaat, yaitu ketaatan.
Kedua,
dengan menghindari sesuatu yang berbahaya, yaitu maksiat.
Tak
ubahnya seperti orang yang sedang sakit.
Ia
akan meminum obat dan menghindarkan makanan tertentu sampai betul-betul sehat.
Bila
engkau melakukan sebuah dosa, lalu kau ikuti ia dengan tobat dan penyesalan,
itu bisa menjadi sebab bagi tersambungnya hubunganmu dengan Allah.
Namun,
bila engkau melakukan ketaatan seperti ibadah haji, lalu kau ikuti ia dengan
rasa ujub, bangga dan sombong, itu bisa menjadi sebab terputusnya hubunganmu
dengan Allah.
Sungguh
aneh, bagaimana engkau berdoa kepada Allah agar diberi kalbu yang baik,
sementara anggota badanmu melakukan dosa dan perbuatan terlarang.
Jika
demikian, engkau seperti orang yang sedang meminum racun atau orang yang
menelan obat, tetapi ular dibiarkan menyengatnya.
Siapa
yang menyibukkan hatinya dengan Allah, kemudian ia melindunginya dari rongrongan
hawa nafsu dan syahwat, itu lebih baik dari orang yang banyak melakukan shalat
dan puasa, sedang hatinya sakit.
Allah
berfiman,
”Adapun
orang-orang uang di dalam hatinya terdapat penyakit, mereka bertambah kufur di
samping kekufuran mereka (sebelumnya)” ( QS 9 : 125 )
Orang
yang hatinya sibuk dengan dunia dan diisi kecintaan padanya sama seperti orang
yang membangun rumah bagus dengan kamar kecil di atas yang airnya menetes ke
bawah.
Demikian
kondisi itu terus berlangsung sehingga bangunan rumah itu dilumuri oleh
kotoran.
Begitulah
kondisimu di hadapan Allah.
Hatimu
berlumur maksiat.
Engkau
memakan makanan haram, melihat yang haram, dan menyembunyikan keburukan, tetapi
anehnya engkau masih merasa sebagai hamba yang shalih.
Siapa
yang melakukan perbuatan haram dan mengerjakan maksiat, hatinya menjadi gelap
dan mata batinnya menjadi redup.
Oleh
karena itu, segeralah menyucikan dan membersihkan hatimu dengan bertobat,
berzikir, menyesal, dan memohon ampunan.
Bila
engkau belum bertobat di saat sehat, bisa jadi Allah akan mengujimu dengan
penyakit dan musibah agar engkau bisa keluar dari dunia dalam keadaan bersih
dari dosa seperti pakaian yang dicuci dengan air.
Bertobatlah
dan beristighfarlah selalu agar hatimu sibuk dengan zikir hingga engkau dilumuri
cahaya.
Jangan
sekali-kali berbuat seperti penggali sumur yang mencari air.
Ia
menggali di sini dengan dalam sehasta, kemudaian menggali di tempat lain dengan
dalam sehasta pula.
Dengan
begitu, ia takkan dapat menemukan air. Mestinya ia menggali di satu titik saja
dengan sungguh-sungguh hingga air ditemukan.
Ketahuilah
bahwa hati ini menjadi rusak karena kurangnya rasa takut dan tiadanya rasa
khusyu’ terhadap Allah.
Hati
yang hidup adalah hati yang tak pernah terlalaikan dari Allah, entah oleh sesuatu
yang buruk maupun yang baik.
Bila
ingin mengobati hatimu dari keburukan dan kelalaian, jauhilah sesuatu yang
syubhat, keluarlah menuju padang tobat, pakailah baju penyesalan, angkat panji
kehinaan, tinggalkan tempat tidur, ubahlah kondisimu dari jauh kepada Allah
dengan mendekati-Nya dan dari permainan dengan kesungguhan, berilah makan fakir
miskin, biasakan hatimu untuk mengasihi dan mencinta, perbanyak menangis, dan
teruslah berdoa karena harap dan cemas, dengan begitu mudah-mudahan engkau
sembuh.
Namun
sayangnya, engkau lebih memperhatikan makan, mencari yang ternikmat, mengisi
perut dengannya, serta berbangga dengan yang indah dan gemuk. Engkau tak
ubahnya seperti domba yang sengaja dibuat gemuk untuk disembelih dan dimakan.
Bukankah engkau pun telah menyembelih diri sendiri secara tak sadar?
Cahaya
adalah tunggangan hati.
Ia
merupakan tentaranya sebagaimana kegelapan merupakan tentara hawa nafsu.
Bila
Allah ingin menolong hamba-Nya dalam melawan syahwat, Dia akan menyokongnya
dengan tentara cahaya sekaligus melenyapkan kegelapan darinya.
Cahaya
bertugas menyingkap, bashiirah (mata hati) memutuskan, serta hati mendatangi
atau menolak.
Adapun
manusia, aspek lahiriyahnya berkilau, namun aspek batinnya yang sebenarnya
menjadi substansi perhatian. Hawa nafsu hanya melihat pada aspek lahiriyah,
sementara hati melihat pada substansi batiniahnya.
Wahai
hamba Allah, agama merupakan modal hidupmu di dunia.
Bila
engkau kehilangan modal tersebut, sibukkan lisanmu dengan menyebut asma-Nya,
sibukkan hatimu dengan mencintai-Nya, dan anggota badanmu dengan mengabdikan
diri pada-Nya.
Selain
itu, bersikaplah rendah hati, temui para ulama yang mengamalkan ilmunya, sampai
benih datang, turun hujan, dan ia pun tumbuh.
Siapa
yang memperlakukan hatinya seperti petani memperlakukan tanahnya, hatinya akan
bersinar dengan cahaya iman dan hikmah.
………………
Gusti, makin
terpuruk hamba,makin malu hamba, sekiranya diri tidak lagi mampu
merenungi jutaan hikmah agung ini…
Semoga
bermanfaat.
Silahkan SHARE ke rekan anda jika menurut anda note
ini bermanfaat.
0 comments: