Posted by
Unknown
|
0
comments
Kisah Nyata atau Dongeng
Kisah Nyata atau
Dongeng
Saya
akan menceritakan beberapa kisah nyata dan saya jamin Anda akan merasakannnya
sebagai sekedar dongeng. Bukan karena Anda tidak mempercayai saya atau
sumber-sumber dari mana saya memperoleh kisah-kisah nyata itu; namun terutama
karena kita hidup di zaman yang jauh lebih absurd dari dongeng. Atau karena
kehidupan kita sudah sedemikian jauh meninggalkan norma-norma nyata dalam
kehidupan kemanusiaan.
Baiklah
saya mulai saja. Anda sudah siap mengikuti kisah-kisah saya? Inilah:
1. Suatu hari ada seorang tua
miskin datang kepada Syeikh –kalau sekarang mungkin dipanggil kiai– Sa’id bin
Salim, hendak menyampaikan sesuatu keperluan meminta tolong kepada tokoh
masyarakat yang disegani itu. Seperti laiknya orang yang sudah tua renta,
selama berbicara mengutarakan hajatnya, si orang tua miskin itu bertelekan pada
tongkat penopang ketuaannya. Dan tanpa disadari, ujung tongkatnya itu
menghunjam pada kaki syeikh Sa’id hingga berdarah-darah. Seperti tidak
merasakan apa-apa, Syiekh Sa’id terus mendengarkan dengan penuh perhatian
keluhan wong cilik itu.
Demikianlah;
ketika orang tua itu sudah mendapatkan dari Syeikh apa yang ia perlukan dan
pergi meninggalkan majlis, orang-orang yang dari tadi memendam keheranan pun
serta-merta bertanya kepada Syeikh Sa’id: “Kenapa Syeikh diam saja, tidak
menegur, ketika orang tua tadi menghunjamkan tongkatnya di kaki Syeikh?”
“Kalian
kan tahu sendiri, dia datang kepadaku untuk menyampaikan keperluannya;” jawab
Syeikh Sa’id sambil tersenyum, “Kalau aku mengaduh atau apalagi menegurnya, aku
khawatir dia akan merasa bersalah dan tidak jadi menyampaikan hajatnya.”
Lihatlah.
Bukankah kisah di atas bagaikan dongeng saja?! Mana ada pemimpin atau tokoh
masyarakat yang begitu tinggi menempatkan keperluan orang yang memerlukan
bantuan dalam perhatiannya? Kalau pun ada, mungkin untuk menemukannya bagaikan
mencari jarum di tumpukan jerami sekarang ini.
2. Syeikh Hasan Al-Bashari,
siapa yang tak mengenal tokoh ulama dan sufi di penghujung abad pertama ini?
Beliau tinggal bertetangga dengan seorang Nasrani. Apartemen si Nasrani di atas
dan beliau di bawah. Bertahun-tahun mereka bertetangga, belum pernah si Nasrani
datang bertandang ke apartemen Syeikh Hasan. Baru ketika Syeikh Hasan jatuh
sakit, si Nasrani datang menjenguk.
Ketika
menjenguk itulah, si Nasrani baru tahu betapa sederhana kehidupan Syeikh Hasan
yang sangat terkenal kebesarannya itu. Tapi yang lebih menarik perhatian si
Nasrani adalah adanya sebuah baskom berisi air keruh yang terletak di dekat
balai-balai tempat tidur Syeikh Hasan. Apalagi ketika ada tetesan air jatuh
tepat dari atas baskom. Spontan si Nasrani teringat kamar mandinya di atas.
Dengan ragu-ragu si Nasrani pun bertanya: “Syeikh, ini baskom apa?’
“Ah
baskom itu, sekedar penampung tiris;” jawab Syeikh wajar-wajar saja, “Setiap
kali penuh baru saya buang.”
“Sudah
berapa lama Syeikh melakukan ini?” tanya si Nasrani lagi dengan suara gemetar,
“maksud saya menampung tiris dari atas ini?”
“Ya,
kurang-lebih sudah dua puluh tahun;” jawab Syeikh kalem, “jadi sudah terbiasa.”
Mendengar
itu, si Nasrani langsung menyatakan syahadat. Mengakui Tuhan dan Rasul-nya
Syeikh Hasan Al-Bashari, Allah swt dan Nabi Muhammad saw.
Seperti
dongeng bukan? Dimana kini Anda bisa menjumpai orang yang menjunjung tinggi
ajaran menghormati tetangga seperti Hasan Al-Bashari itu?
3. Datang seseorang melarat
kepada sang pemimpin mengeluhkan kondisinya yang sangat lapar. Sang pemimpin
pun bertanya kepada isterinya kalau-kalau ada sesuatu yang dapat disuguhkan
kepada tamunya. Ternyata di rumah sang pemimpin yang ada hanya air. Sang
pemimpin pun bertanya kepada orang-orang di sekelilingnya, “Siapa yang bersedia
menjamu tamuku ini?”
“Saya;”
kata seseorang. Lalu orang ini pun segera pulang ke rumahnya sendiri membawa
tamunya.
“Saya
membawa tamunya pemimpin kita, tolong sediakan makanan untuk menjamunya!”
katanya kepada isterinya.
“Wah,
sudah tidak ada makanan lagi, kecuali persiadaan untuk anak-anak kita;” bisik
sang isteri.
“Sibukkan
mereka;” kata suaminya lirih, “kalau datang waktunya makan, usahakan mereka
tidur. Nanti kalau si tamu akan masuk untuk makan, padamkan lampu dan kita
pura-pura ikut makan, ya!”
Demikianlah
keluarga itu menjalankan skenario kepala rumah tangganya. Dan mereka menahan
lapar mereka sendiri hingga pagi.
Esok
harinya sebelum laporan, sang pemimpin yang tidak lain adalah Rasulullah saw,
sudah menyambut kepala rumah tangga –seorang shahabat Anshor– itu dengan
tersenyum, sabdanya: “Allah takjub menyaksikan perlakuan kalian berdua terhadap
tamu kalian semalan.”
Anda
tahu kisah ini bukan dongeng, karena ini hadis muttafaq ‘alaih yang bersumber
dari shahabat Abu Hurairah r.a. Tapi tetap saja kedengarannya seperti dongeng,
bukan ?!
Tiga
kisah itu hanyalah sekedar contoh, yang lainnya masih banyak lagi. Anda bisa
dengan mudah menjumpainya di kitab-kitab Anda, di kitab suci Al-Quran, di
kitab-kitab Hadis, dan kitab-kitab salaf pegangan kita yang lain. Hampir
semuanya, bila Anda baca, Anda akan merasa seperti membaca contoh-contoh di
atas. Merasa seperti membaca dongeng. Kalau benar demikian, bukankah ini pertanda
bahwa kondisi kehidupan kita –masya Allah!—sudah semakin jauh saja dengan
kondisi ideal seperti yang dicontohkan oleh Salafunaas Shaalihuun, para
pemimpin dan pendahulu kita yang saleh-saleh.
Wallahu
a’lam.
Semoga
kita bisa mengambil hikmah dari membaca notes ini
Silahkan SHARE ke rekan anda jika menurut anda
notes ini bermanfaat.
____________________
Source
from mailist huttaqi
0 comments: